Sabtu, 29 Juni 2013

GURU SEBAGAI PILAR MASA DEPAN BANGSA

GURU SEBAGAI PILAR MASA DEPAN BANGSA

Guru sebagai Pilar Masa Depan Bangsa
Oleh : Ks. Min Sergai. Jumat, 25 November 2011, bagi dunia pendidikan Indonesia
mempunyai makna yang sangat besar. Momentum tersebut diperingati dengan sebutan Hari Guru. Pada saat-saat seperti perhatian sebagian besar bangsa ini akan tercurah pada eksistensi guru; walaupun juga ada satu-dua yang mencibir terhadap profesi yang satu ini. Adanya pandangan yang sebelah mata terhadap guru dikarenakan adanya guru yang berkarya jauh dari profesionalisme yang sejatinya melekat dan inklud di dalam pengabdian sebagai guru. Ada sebagian guru yang dalam melaksanakan tugasnya hanya mampu bekerja sebagai "kuli" pendidikan, yang datang ke kelas, berbicara sekenanya, dan semua itu dilakukan tanpa perencanaan sebagaimana yang diamanatkan dalam sebuah profesi.
Dalam konteks kekinian, guru yang sedemikian itu akan tergerus dengan kemajuan zaman dan akselerasi pembelajaran mandiri yang dilakukan para siswanya. Pada saat yang sama juga, hal itu bisa diimbangi dengan program sertifikasi, yang jika dilaksanakan, dimonitoring, dan dievaluasi dengan baik, akan menghasilkan guru yang sungguh spektakuler dalam bidang pembelajaran.

Eksistensi Guru dalam Berbangsa

Guru yang mempunyai visi dan kemampuan mendidik yang luar biasa akan mampu menunjukkan jati diri bangsa. Dengan kualifikasi yang handal itu akan memberikan efek positif atas setiap pembelajaran yang dilaksanakan. Guru yang sedemikian itu adalah guru sebagai "penjaga" zaman, guru yang dapat memberikan nilai lebih atas tegak-berdirinya harga diri suatu bangsa.

Dalam konteks kebangsaan, eksistensi guru, tidak bisa tidak, menjadi katalisator bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Dengan profesionalisme yang diembannya, guru berupaya menuju pada suatu titik keadaban. Titik keadaban yang dicapai adalah pengejawantahan atas dedikasi suatu bangsa. Titik keadaban ini pula merupakan fase yang melahirkan bangsa yang lebih baik dalam ukuran normatif serta mampu unggul dalam komunitas internasional. Sehingga kegigihan untuk bangkit sebagai sebuah bangsa menjadi orientasi yang harus dicapai dari suatu rangkaian pembelajaran yang dilaksanakan para guru.

Hal di atas dapat dilakukan para guru dengan memulainya di ruang-ruang kelas yang kecil. Memulai pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Serta dilakukan dengan metodologi pembelajaran yang tepat. Juga didukung dengan bentuk peneladanan atas sikap-sikap yang dilakukan oleh para guru, maupun stakeholder yang menaungi lingkungan pendidikan secara makro. Hal itu hanya bisa dicapai jika dilakukan dengan cara kolektif, terencana, terukur, dan berkelanjutan.

Pilar Masa Depan Bangsa

Dengan memahami tugas dan peran yang melekat pada guru, maka sejatinya dapat dipahami bahwa guru merupakan pilar untuk menegakkan masa depan. Bagaimana bentuk masa depan bangsa, akan bergantung sepenuhnya dari out-put dan out-come dari dunia pendidikan yang di dalamnya merupakan pengaruh langsung dari tangan-tangan para guru.

Untuk itu, diperlukan kualitas dan kualifikasi guru yang terus ditingkatkan berbanding lurus dengan kemajuan keadaban bangsa-bangsa di dunia. Secara kualitas, para guru perlu lebih dibekali ataupun membekali diri dengan suatu "perangkat" rasional yang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan pada dunia pendidikan dan lingkungan di luarnya. Guru tidak boleh hanya berpuas diri dari hasil pembelajarannya semasa di bangku kuliah. Apalagi kalau hanya menghandalkan memorisasinya atas apa yang telah dilakukan oleh guru-gurunya terhadap dirinya. Jangan hanya mengatakan, kalau materinya seperti ini, maka pembelajarannya seperti ini, dan hal itulah yang dulu dilakukan guru-guru kami terhadap kami. Jika yang terakhir dilakukan sungguh hal itu merupakan sesuatu yang sangat tertinggal jauh.

Sebagai pilar bangsa harus mengetahui dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan masa depan. Setidaknya, mengikut sebagaimana dikatakan Kahlil Gibran, dalam mendidik anak-anak, jangan engkau perlakukan sama sebagaimana orangtua mendidikmu, sebab anak-anak merupakan anak masa depan dengan tingkat kebutuhan yang berbeda. Memahami aksioma yang sedemikian ini, kiranya pula diperlukan upaya-upaya terobosan dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan berbagai formulasi sejatinya menjadi suatu suguhan di dalam ruang kelas oleh guru. Untuk bisa melakukan hal yang sedemikian, para guru harus pula mumpuni dan kreatif dalam menyajikan materi palajaran di kelas. Tanpa kreativitas dan inovasi pembelajaran, maka harapan untuk menjadikan guru sebagai pilar masa depan bangsa tidak ubahnya sebuah upaya yang hanya menggantang asap saja.

Kreasi dan inovasi menjadi suatu keniscayaan bagi para guru tatkala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dasawarsa terakhir melejit sangat signifikan. Hal ini menjadi mutlak menjadi perhatian para guru, dan lingkup dunia pendidikan pada umumnya, jika dilakukan upaya mengkokohkan guru sebagai pilar masa depan bangsa. Bangsa ini akan mampu bangkit dan menyamai kedudukan yang sama dengan bangsa lain, jika dan hanya jika, para gurunya dapat diandalkan untuk menjadi pilar masa depan bangsa.

Pembelaan atas Hukum dan Kesejahteraan

Menguatnya arus reformasi berimbas terhadap penyelenggaraan pendidikan. Positif tentunya jika hal ini memberi dampak atas kemajuan pendidikan. Namun, jauh dari hal itu, dunia pendidikan semakin kacau dilihat dari kacamata hukum, setidaknya melalui Undang-undang Perlindungan Anak. Yang secara tegas, produk yuridis tersebut menindakbolehkan perbuatan keras dan kasar terhadap anak-anak. Hal itu terlihat semakin kentara tatkala semakin banyak perlakuan guru yang dipidanakan oleh para orang tua siswa. Bahkan terkesan hal itu dilebih-lebihkan. Tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Banyak guru yang harus duduk di kursi pesakitan karena keliru dan lalai dalam menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan kehidupan anak didik. Guru seperti ini sebenarnya adalah mereka yang tidak mau anak didiknya gagal dalam menerima pelajarannya. Mereka dengan cara sendiri berupaya agar anak didiknya dapat menerima materi pelajaran dengan baik. Nyatanya, sangat menyedihkan. Bisa dikatakan sebagaimana bunyi peribahasa; air susu dibalas dengan air tuba.

Pada sisi lain, tingkat kesejahteraan guru juga sangat bervariasi. Ada guru yang sangat sejahtera dan ada pula guru yang sangat jauh dari sejahtera. Disparitas pemerolehan tingkat kesejahteraan secara nyata akan berpengaruh secara signifikan terhadap dedikasi, loyalitas, dan daya juang untuk mengabdikan diri ke dunia pendidikan. Para guru yang belum sejahtera inilah yang sejatinya mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai kalangan. Bagi mereka yang sudah disertifikasi dan mendapatkan tunjangan yang sangat lumayan, kiranya dapat bekerja lebih optimal. Sehingga tidak menimbulkan kecemburuan di lingkungan sekolah masing-masing.

Pembelaan atas pelindungan hukum dan tingkat kesejahteraan perlu mendapatkan atensi yang serius dari semua kalangan; pemerintah dan dunia usaha, juga masyarakat harus peduli. Kepedulian bangsa ini terhadap profesi guru, akan berpengaruh signifikan terhadap penguatan peran guru sebagai pilar kemajuan bangsa.

Sebagai pilar masa depan, sudah seharusnya para guru terus meningkatkan kualitas dirinya dalam menyikapi perkembangan dunia (pendidikan). Tanpa penyikapan yang akseleratif, maka guru tidak ubahnya "kuli" pendidikan yang bekerja hanya secara mekanis tanpa inovasi dan tanpa memberi makna dalam membangun dan membesarkan anak bangsa.

Pengabdian tanpa henti merupakan kata kunci yang harus dicanangkan. Semua itu merupakan dedikasi para guru. Guru Indonesia yang mengabdikan diri untuk negeri. Selamat Hari Guru! ***
Filsafat Pendidikan Pancasila
ABSTRAK
Secara filosofis, bahwa aktivitas pendidikan berfungsi membina kesadaran akan nilai-nilai filosofis negara. Kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya. Dengan demikian, pendidikan bukanlah usaha aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan dilaksanakan secara fundamental didasarkan atas asas filosofis dalam menentukan arah atau pencapaian tujuan dalam membina perkembangan anak didik.
Kata kunci : pancasila, filsafat, ideologi, bangsa
Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari filsafat pendidikan Pancasila yang kita pelajari yaitu filsafat pendidikan Pancasila melalui pedeketan sejarah dimaksud dapat mengetaui berbagai peristiwa asal mulanya filsafat pendidikan pancasila di bentuk yang terjadi dari waktu ke waktu mengenai tanah air Indonesia kita,peristiwa – peristiwa yang saya maksud adalah yang ada sangkut pautnya dengan pendidikan Pancasila.Mengingat hal tersebut kita harus dapat mewujudkan Indonesia menjadi Negara yang berpikir akan pentingnya pendidikan itu.
Rumusan Masalah
Dalam pembuatan karya tulis tersebut dapat dirumusakan sebagai berikut : pengertian Filsafat, guna filsafat, dan fungsi filsafat, masalah yang di bahas dalam karya tulis ini untuk lebih terarah dan tidak terlalu jauh maka membatasi masalahnya hanya pada arti fungsi dan guna filsafat pendidikan Pancasila
Pembahasan
A.Pengertian Filsafat
Pengertian menurut arti katanya, kata filsafat dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani terdiri dari kata Philein artinya Cinta dan Sophia artinya Kebijaksanaan. Filsafat berarti Cinta Kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya Kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti Hasrat atau Keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).
B.Fungsi Filsafat
1. Mengembangkan dan melestarikan nilai dan moral pancasila secara dinamis dan terbuka.
2. Mengembangkan dan membuka manusia Indonesia yang dasar politik, konstitusi, dan negara kesatuan UUD ‘45
3. Membina dan memahami kesadaran terhadap lingkungan antara warga Negara dan negara
C.Kegunaan Filsafat
Filsafat Pendidikan Pancasila mempunyai kegunaan sebagai berikut
a. Melatih diri untuk berpikir rasional dan irasional
b. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berfikir bersifat sempit dan tertutup
c. Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian dan memutuskan atau mengabil kesimpulan mengenai suatu hal secara mendalam dan komprehensif
d. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa
e. Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadi maupun hubungan
dengan orang lain,alam sekitar dan Tuhan YME
A. Kesimpulan
Setelah saya menulis semua itu saya dapat menyimpulkan sebagai berikut: Bahwa unsur – unsur filsafat pendidikan Pancasila memang telah di miliki dan di jalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu.Karena dengan bukti – bukti sejarah yang beraneka ragam.Demikian pula ada unsur – unsur yang di suatu daerah lebih menonjol dari daerah lain misalnya tampak pada perjuangan bangsa Indonesia dengan peralatan yang sederhana serta tampak pada bangunan,tulisan dan perbuatan yang ada.
B. Saran
Pendidikan didalam Negara ini ditingkatkan lagi dengan cara memberikan pendidikan lebih mendalam dalam artian lebih diutamakan agar anak – anak bangsa menjadi pintar dan dapat melanjutkan generasi berikutnya yang dapat menjadikan bangsa ini menjadi lebih berkembang atau maju.adapun caranya dengan membagi buku gratis atau pun pendidikan gratis buat rakyat kurang mampu.
Referensi
1. Mawardi, Filsafat Pendidikan Pancasila abstrak,Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia
2. Notonegoro,Pancasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III
3. Henipujiarti 2010,Fungsi Filsafat Pendidikan PancasilaFilsafat Pendidikan Pancasila

jaringan Komputer

jaringan Komputer

Perkembangan teknologi komputer meningkat dengan cepat, hal ini terlihat pada era tahun 80-an jaringan komputer masih merupakan teka-teki yang ingin dijawab oleh kalangan akademisi, dan pada tahun 1988 jaringan komputer mulai digunakan di universitas-universitas, perusahaan-perusahaan, sekarang memasuki era milenium ini terutama world wide internet telah menjadi realitas sehari-hari jutaan manusia di muka bumi ini.
Selain itu, perangkat keras dan perangkat lunak jaringan telah benar-benar berubah, di awal perkembangannya hampir seluruh jaringan dibangun dari  kabel koaxial, kini banyak telah diantaranya dibangun dari serat optik (fiber optics) atau komunikasi tanpa kabel.
Sebelum lebih banyak lagi dijelaskan mengenai jaringan komputer secara teknis, pada bab pendahuluan ini akan diuraikan  terlebih dahulu  definisi jaringan komputer, manfaat jaringan komputer, ddan macam jaringan komputer.
Definisi Jaringan Komputer
Dengan berkembangnya teknologi komputer dan komunikasi suatu model komputer tunggal yang melayani seluruh tugas-tugas komputasi suatu organisasi kini telah diganti dengan  sekumpulan komputer yang terpisah-pisah akan tetapi saling berhubungan dalam melaksanakan tugasnya, sistem seperti ini disebut jaringan komputer (computer network).
Dalam buku ini kita akan menggunakan istilah jaringan komputer untuk mengartikan suatu himpunan interkoneksi sejumlah komputer yang autonomous. Dua buah komputer dikatakan terinterkoneksi bila keduanya dapat saling bertukar informasui. Betuk koneksinya tidak harus melalui kawat tembaga saja melainkan dapat emnggunakan serat optik, gelomabng mikro, atau satelit komunikasi.
Untuk memahami  istilah jaringan komputer sering kali kita dibingungkan dengan sistem terdistribusi (distributed system). Kunci perbedaannya adalah bahwa sebuah sistem terdistribusi,keberadaan sejumlah komputer autonomous bersifat transparan bagi pemakainya. Seseorang dapat memberi perintah untuk mengeksekusi suatu program, dan kemudian program itupun akan berjalan  dan tugas untuk memilih prosesor, menemukan dan mengirimkan file ke suatu prosesor dan menyimpan hasilnya di tempat yang tepat mertupakan tugas sistem operasi. Dengan kata lain, pengguna sistem terditribusi tidak akan menyadari terdapatnya banyak prosesor (multiprosesor), alokasi tugas ke prosesor-prosesor, alokasi f\ile ke disk, pemindahan file yang dfisimpan dan yang diperlukan, serta fungsi-fungsi lainnya dari sitem harus bersifat otomatis.
Pada suatu jaringan komputer, pengguna harus secara eksplisit log ke sebuah mesin, secara eksplisit menyampaikan tugasnya dari jauh, secara eksplisity memindahkan file-file dan menangani sendiri secara umum selusurh manajemen jaringan. Pada sistem terdistribusi, tidak ada yang perlu dilakukan secara eksplisit, sermunya sudah dilakukan secara otomatis oleh sistem tanpa sepengetahuan pemakai.

Dengan demikian sebuah sistem terdistribusi adalah suatu sistem perangkat lunak yang dibuat pada bagian sebuah jaringan komputer.  Perangkat lunaklah yang menentukan tingkat keterpaduan dan transparansi jarimngan yang bersangkutan. Karena itu perbedaan jaringan dengan sistem terdistribusi lebih terletak pada perangkat lunaknya (khususnya sistem operasi), bukan pada perangkat kerasnya.

KAJIAN BAHASA INDONESIA S-1 PGSD

SEJARAH SINGKAT
BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NEGARA/RESMI DAN SEBAGAI BAHASA NASIONAL
Kompetensi Dasar:Mahasiswa dapat menceritakan secara singkat sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan mahasiswa  dapat menjelaskan secara singkat pengertian bahasa. Indikator:
  • Mahasiswa mampu menyebutkan  periode singkat sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
  • Mahasiswa mampu menulis batasan mengenai bahasa.
  • Mahasiswa mampu  menyebutkan kedudukan bahasa Indonesia  sebagai bahasa nasional.
Materi Pokok
Kridalaksana 91982:2) mengatakan  “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Sedangkan Marsoedi (1978:21)  mengutip pendapat Edward Sapir mengatakan “ bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusiawi dan tidak instingtif dengan pertolongan  sistem lambang-lambang yang diciptakan dengan sengaja.
  1. 1. Sejarah  Bahasa  Indonesia
Kita tahu bahwa   bahwa sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai  sebagai lingua franca di seluruh kawasan  tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berakad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, maka masyarakat kita  sama sekali tidak  bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu mereka  telah menyadari bahwa  bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin  dapat dipakai  sebagai alat perhubungan  antarsuku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah sendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa dareah tetap dipakai  dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat  itulah, khususnya pemuda-pemudanya, yang mendukung lancarnya inspirasi sakta tersebut.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia  pada tanggal 28 Oktober 2928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi,  kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
  1. 2. Proses Terbentuknya Bahasa Indonesia sebagai  Bahasa Negara/Resmi dan  Bahasa Nasional
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia  sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan  sejarah yang panjang, sebagaimana yang kami uraikan berikut ini.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti  sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan  yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian,  sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih  juga digunakan  dalam lapangan  pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan  sebagai bahasa resmi kedua  oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia  digunakan di luar situasi pemerintahan tersebuut oleh masyarakat yang mendambakan  persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya:  Jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan pemakaian antara  kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu Bahasa Indonesia
  • Bahasa resmi kedua  di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah
  • Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintahan Hindia Belanda
  • Penerbitan-penerbitan yang dikerjakan oleh  jawatan-jawatan milik pemerintah Hindia Belanda.
  • Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
  • Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertujuan untuuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa (1) bahasa pers, (2) bahasa dalam hasil sastra

Kondisi tersebut berlangsung sampai  tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah  bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam  UUD 1945, Bab XV, pasal 36.
Fungsi bahasa Indonesia  sebagai bahasa negara/resmi menurut Seminar Politik Bahasa Nasional  pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi  di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan  perencanaan dan pelaksanaan pembangunan  serta pemerintah, dan (4)  bahasa resmi  di dalam pengembangan kebudayaan  dan pemanfaatan  ilmu pengetahuan  serta teknologi modern.
Adapun fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukan sebagai bahasa nasional menurut  hasil perumusan  Seminar Politik Bahasa Indonesia  pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975  bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional  yang berfungsi sebagai berikut: (1)  lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3)  alat pemersatu  berbagai-bagai masyarakat  yang berbeda-beda latar belakang sosial dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan  antarbudaya dan antardaerah.
—-sjk—-
HAKIKAT BAHASA DAN BELAJAR BAHASA
Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat menyebutkan salah satu hakikat bahasa dan menyebutkan salah satu fungsi bahasa Indikator:
  • Mahasiswa  dapat  menyebutkan hakikat bahasa
  • Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi bahasa
  • Mahasiswa  dapat memberikan contoh hakekat bahasa
  • Mahasiswa dapat memberikan contoh fungsi  bahasa sebagai bahasa nasional
Materi Pokok
  1. Hakekat Bahasa
  1. Pengertian Bahasa
Kita sebagai manusia selalu ingin berinteraksi dengan yang lain baik  secara lisan maupun secara tertulis. Dalam berinteraksi tersebut manusia tentu menggunakan alat, sarana atau media. Alat yang digunakan sebagai media berinteraksi adalah bahasa. Bahasa atau language (bahasa Inggris)  yang asalnya dari bahasa Latin  yang berarti “Lidah.” Kita tahu bahwa alat ucap yang paling dominan digunakan dalam ujaran adalah lidah. Berdasarkan itulah kita bisa mengartikan bahasa secara universal, yakni  suatu bentuk ungkapan  yang bentuk dasarnya ujaran.  Ujaran inilah yang membedakan  manusia dengan makhluk lain karena dengan ujaran ini manusia bisa  mengungkapkan  hal yang nyata  atau tidak, dsb.
Bahasa sebagai alat komunikasi mengandung  beberapa sifat, yakni, sistematik, manasuka, ujar, manusiawi, dan komunikatif.
a)      Sistematik, disebut ini karena  bahasa diatur oleh sistem. Setiap bahasa mengandung dua sistem, yakni sistem bunyi dan sistem makna Bunyi merupakan sesuatu yang  yang bersifat fisik yang dapat ditangkap oleh panca indra kita. Bunyi yang menimbulkan reksi inilah yang disebut ujaran. Setiap arus ujaran dapat menjadi lambang tergantung pada komitmen masyarakatnya. Setiap kelompok masyarakat bahasa baik kecil maupun besar secara konvensional telah menyepakati bahwa setiap struktur bunyi tertentu memiliki arti tertentu pula.
b)      Manasuka, dikatakan manasuka  karena unsur-unsurbahasa dipilih secara acak tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Sebagai contoh mengapa manusia yang baru lahir disebut bayi bukan disebut remaja.
c)       Ujaran, dikatakan ujaran   karena media bahasa yang terpenting adalah bunyi walaupun kemudian  ditemui juga media tulisan.
d)      Manusiawi, dikatakan manusiawi karena bahasa  menjadi berfungsi  selama manusia  yang memanfaatkannya, bukan makhluk lainnya.
e)      Komunikatif, bahasa sebagai alat komunikasi karena fungsi bahasa sebagai penyatu keluarga, masyarakat, dan bangsa dalam segala kegiatan.
Perhatikan bagan berikut ini!
Suku kata
Bahasa
Bentuk (arus ujaran)
Makna morfemis
Makna sintaksis
Makna leksikal
Makna (isi)
Bahasa
segmental
Bahasa Suprasegmental
Wacana
Paragraf
kalimat
wacana
klausa
Frasa
kata
morfem
Keterangan:
Unsur suprasegmental terdiri atas intonasi. Unsur-unsur intonasi adalah: tekanan (keras, lembut, ujaran), nada (tinggi, rendah ujaran) durasi (panjang pendek waktu pengucapan) perhentian ( yang membatasi arus ujaran).
fonem
  1. Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yakni  bahasa sebagai alat komunikasi dan bahasa  sebagai bahasa nasional.
Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut.
1)      Fungsi informasi, yaitu  untuk menyampaikan informasi timbal balik  antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat. Berita, pengumuman, petunjuk pernyataan lisan  ataupuntulisan melalui media  massa  ataupun elektronik meruapakan wujud fungsi bahasa sebagai fungsi informasi.
2)      Fungsi ekspres dirii , yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-tekanan perasaan pembicara.
3)      Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuikan dan membaurkan diri dengan  anggota masyarakat. Melalui bahasa seseorang  anggota masyarakat  sedikit demi sedikit  belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup,  perilaku dan etika masyarakat.
4)      Fungsi kontrol sosial, bahasa berfungsi untuk mempengaruhi  sikap dan pendapat  orang lain. Apabila fungsi ini berlaku dengan baik maka  semua kegiatan sosial  akan berlangsung  dengan baik pula.  Sebagai contoh  pendapat seorang tokoh masyarakat akan didengar  dan ditanggapi dengan  tepat apabila  ia dapat menggunakan bahasa yang komunikatif dan persuasif.
Bahasa Indonesia sebagai bahsa nasional mempunyai fungsi khusus yang sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia. Fungsi tersebut adalah:
1)      Alat untuk menjalankan administrasi negara. Fungsi ini terlihat dalam surat-surat resmi, surat keputusan, peraturan dan perundang-undangan, pidato dan pertemuan resmi.
2)      Alat pemersatu berbgai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda.
3)      Wadah penampung kebudayaan. Semua ilmu pengethuan dan kebudayaan harus diajarkan dan diperdalam dengan mempergunakan  bahasa Indonesia sebagai medianya.
  1. Ragam Bahasa
Ragam bahasa  di bidang wacana dapat dibedakan menjadi:
1)      Ragam ilmiah, yaitu bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, ceramah, tulisan-tulisan ilmiah.
2)      Ragam populer, yaitu bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan dalam tulisan populer.
Ragam bahasa menurut sarana:
1)      Ragam lisan, ragam ini diperjelas dengan intonasi, tyaitu tekanan, nada, tempo suara, dan perhentian.
2)      Ragam tulisan, ragam ini dipengaruhi oleh bentuk, pola kalimat, dan tanda baca.
Ragam bahasa dari sudut pendidikan dapat dibagi atas:
1)      Ragam baku, ragam ini menggunakan kaidah bahasa yang lebih lengkap dibandingkan dengan ragam tidak baku. Ciri ragam bahasa baku adalah (a) memiliki sifat kemantapan dinamis artinya konsisten dengan kaidah dan aturan yang tetap, (b) memiliki sifat kecendekiaan, (3) bahasa baku  dapat mengungkapkan penalaran atau pikiran yang teratur, logis dan masuk akal.
2)      Ragam tidak baku, ragam ini  menggunakan bahasa yang tidak konsisten karena menggunakan kaidah yang sering berubah-ubah.
  1. Belajar Bahasa
Belajar harus melalui proses  yang relatif terus-menerus dijalani dari  berbagai pengalaman. Pengalaman inilah yang membuahkan hasil  yang disebut belajar. Selain itu, belajar  merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya di dalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar.  Faktor yang mempengaruhi   keberhasilan belajar adalah berbagai kondisi  yang berkaitan dengan proses belajar yakni kondisi eksternal dan kondisi internal.
Keterampilan yang paling sederhana  adalah:
1)      Tahap pertama adalah keterampilan mekanis berupa hafalan atau ingatan.
2)      Tahap kedua adalah pengetahuan berupa demonstrasi pengetahuan  tentang fakta kaidah tentang bahasa yang dipelajari.
3)      Tahap ketiga adalah keterampilan transfer. Murid menggunakan pengetahuan dalam situasi baru.
4)      Tahap keempat adalah komunikasi. Penggunaan bahasa yang dipelajari  sebagai sarana komunikasi.
5)      Tahap kriti, kemampuan manganlisis dan mengevaluasi karangan atau karya tulis maupun lisan
Latihan
  1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa?
  2. Faktor apa saja yang mempengaruhi proses belajar bahasa?
  3. Mengapa pengalaman belajar  berbahasa murid perlu diketahui oleh guru?
—sjk—
RAGAM BAHASA
Kompetensi Dasar: Mahasiswa mampu mengidentifikasi ragam bahasa (ilmiah, sastra, lisan, tulisan) Indikator:
  • Mahasiswa  dapat  menjelaskan ragam bahasa resmi
  • Mahasiswa dapat menjelaskan ragam bahasa ilmiah
  • Mahasiswa dapat menjelaskan ragam bahasa  lisan
  • Mahasiswa dapat menjelaskan ragam bahasa tulis
Materi Pokok
Jika kita mempelajari ragam bahasa tentu ada beberapa  ragam di antaranya adalah ragam bahsa resmi, ragam bahasa tidak resmi,  ragam bahasa ilmiah,  ragam bahasa sastra, ragam bahasa lisan, ragam  ragam bahasa tulis.
1. Ragam Bahasa Resmi
Marilah kita ingat kembali, landasan historis dan landasan yuridis yang kuat bagi bahasa Indonesia. Landasan pertama dapat kita lihat pada dokumen historis, yakni tercantum dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, sedangkan landasan yuridis dapat kita lihat dalam UUD 1945.
Bertdasarkan kedua landasan itu bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara. Sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia berfungsi (1)  lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3)  alat yang  memungkinkan penyatuan berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang  sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarsuku. Di  dalam kedudukannya  sebagai  bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) alat perhubungan tinkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembengunan serta pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Bertolak dari landasan kedua di atas, bahasa resmi adalah bahasa yang digunakan oleh pembicara (orang pertama0 dan lawan berbicara (orang kedua) dalam situasi resmi atau pada tingkat formalitas penuturan.
2. Ragam Bahasa Tak Resmi
Sebenarnya, Anda mengetahui ragam bahasa tak resmi, karena pada hakekatnya  dalam penjelasan ragam bahasa resmi  sudah tercermin ragam bahasa tak resmi. Hal ini disebabkan oleh ukuran penentu resmi dan tidak resmi  merupakan balikan positif dan negatif.
Jadi, ragam bahasa tak resmi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi antara pembicara dengan lawan bicara yang telah melepaskan kedudukan, hak, dan  kewajibannya karena hubungan personalatau disebut interaksi  personal.
3. Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam bahasa ilmiah semata-mata ditujukan kepada lingkungan keahlian tertentu yang bertumpu pada  pengetahuan yang diperolehnya dengan pendekatan ilmiah, dengan langkah-langkah yang ajeg, teratur, terkontrol,  dan terpolakan yang diakui oleh ilmu tersebut. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi  hampir  setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh  keyakinan individu, bias, dan perasaan. Cara penyimpulannya  bukan bersifat subjektif, melainkan objektif. Jadi dengan pendekatan ilmiah, manusia berusaha  untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan yang benar, yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.
Bahasa ilmiah adalah  bahasa pikiran yang sungguh-sungguh, karena yang disampaikan merupakan aktivitas pikiran, ditujukan kepada pikiran dan ditangkap dengan pikiran pula. Oleh sebab itu, bahasa yang dipergunakan terbebas dari unsur-unsur emotif. Baasa ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bila si pembicara  menyampaikan  informas berupa X si lawan bicara harus menerima X pula.
Demikian juga, dalam bahasa ilmiah hampir setiap kata dan kalimat digunakan secermat-cermatnya agar serasi benar dengan pengertian-pengertian yang akan dikomunikasikan. Dengan demikian ragam bahasa ilmiah seakan-akan foto dari aktivitas pikiran  yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Ragam Bahasa Sastra
Ragam bahasa sastra adalah salah satu ragam bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan, fantasi dan imajinasi, penghayatan batin dan lahir, peristiwa/ kejadian dan khayalan dengan bentuk-bentuk bahasa menurut tatanan khusus  dalam penuturannya. Kekhususan tataran itu bukan karena rancak dan sedapnya didengar/dibaca, melainkan karena kekuatan efeknya kepada pendengar/ pembaca  dan karena cara penuturannya. Fungsi bahasa dalam ragam ini dapat dipakai sebagai bahan aktivitas seni dan sebagai alat komunikasi.
Untuk memperbesar efek penuturannya, biasanya sastrawan mengerahkan segala kemampuan yang ada dalam bahasa itu baik sebagai bahan maupun sebagai alat komunikasi. Misalnya untuk mempertinggi efek penuturan, sastrawan dapat menggunakan arti, bunyi, asosiasi, irama, tekana, suara, persesuaian bunyi kata, sajak, asonansi, aliterasi ulangan kata/kalimat, dsb. Dalam ragam ini ada kata khusus yang dipakai dalam aktivitas seni tersebut, misalnya kata bayu, bahari, juita , dsb.
5. Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah ragam  bahasa tutur yang dipakai dalam peristiwa tutur lisan: antara pembicara dengan lawan bicara melalui proses yang terjadi  pada diri merekan – perjalanan tutur  dari pembicara kepada lawan bicara  dan melalui proses penghayatan  tutur oleh lawan bicara yang berlangsung pada tempat  dan waktu yang relatif bersamaan; sehingga unsur-unsur spontanitas, situasi penuturan, dan unsur gejala jiwa sangat berpengaruh dalam struktur bahasa yang digunakan. Misalnya, pmakaian struktur kalimat sering kali kurang sempurna/tidak gramatikal, karena penutur tanpa banyak berpikir dan dapat dibantu dengan gerakan-gerakan  anggota tubuh, intonasi, mimik, dan sebaginya.
6. Ragam Bahasa Tulis
Secara historis, kehadiran bahasa tulis lebih kemudian  kalau dibandingkan dengan bahasa lisan. Alfabet untuk mewakili bunyi bahasa baru ditemukan sekitar tahun 1700 sebelum masehi. Oleh karena itu, bahasa tulis  bentuk sekedarnya bahasa merupakan tiruan atau gambar dari bahasa lisan.
Apabila dibandingkan dengan peristiwa tutur lisan, peristiwa tutur lisan dalam proses pemakaian bahasa unsur-unsur spontanitas bertutur tidak atau sedikit terjadi; situasi penuturan  dialihkan pada penggunaan kata-kata, struktur kalimat yang jelas-tegas, dan penggunaan tanda-tanda baca yangtepat guna  atau berhasil guna sebagai pengganti  intonasi; sedankan unsur gejala jiwa dalam pemakaian  bahasa tulis yang paling dominan adalah pikiran, bukan unsur perasaan. Oleh karena itu, ragam bahasa tulis lebih hati-hati dalam pemakaian  bahasa  kalau dibandingkan  dengan ragam bahasa lisan, sehingga kebakuan bahasa dalam ragam tulis relatif lebih dominan daripada  ragam bahasa lisan.
Latihan:
  1. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?
  2. Apa yng dimaksud ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi?
  3. Apa yang dimaksud ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa  sastra?
  4. Sebutkan ragam bahasa berdasarkan saluran komunikasi!
  5. Apakah yang menjadi ukuran penentu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis  dari sudut struktur bahasa yang digunakan?
Daftar Rujukan
Halim, Amran. 1980. Politik bahasa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
————–. 1980 Politik Bahasa Indonesia II Jakarta: Balai Pustaka
Kridaleksana, Harimurti. 1980. Fungsi dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Oka, I Gusti Ngurah. 1978. Ritorik Sebuah Tinjauan Pengantar. Bandung: Ternate.
Samsuri. 1976. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
—-sjk—-
PENGGUNAAN  PEDOMAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
BERDASARKAN PERMEN PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 46 TAHUN 2009
Kompetensi Dasar: Mahasiswa mampu  menggunakan EYD yang berlaku Indikator:
  1. Mahasiswa  dapat  menulis dengan menggunakan  huruf sesuai dengan EYD
  2. Mahasiswa dapat  menulis dengan menggunakan tanda baca berdasarkan EYD yang berlaku.
  3. Mahasiswa dapat  menulis dengan  menggunakan istilah berdasarkan EYD
Materi Pokok
Unduh di : http://www.sujak2010.blogspot.com/
—–sjk—-
SISTEM FONOLOGI DAN EJAAN BAHASA INDONESIA
Kompetensi Dasar:Mahasiswa mampu mengidentifikasi  fonologi dan ejaan bahasa Indonesia Indikatotr:
  • Mahasiswa  dapat membedakan antara fonetik dengan  fonemik.
  • Mahasiswa  dapat menjelaskan  pengertian intonasi dengan benar.
  • Mahasiswa dapat menelaah Ejaan bahasa Indonesia.
Fonologi adalah ilmu yang membelajari sistem bunyi bahasa Indonesia. Fonologi  dalam tuturan ilmu bahasa  dibagi menjadi dua bagian, yaitu, (1) Fonetik, yaitu  ilmu bahasa yang membahas  tentang bunyi-bunyi ujaran  yang dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu  dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan (2) Fonemik, yaitu ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Tiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran  yang dapat membedakan arti disebut fonem.
STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PTK  1)
Oleh Sujak, S.Pd., M.Pd 2)
  1. Pendahuluan
Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke dalam  kepala  seorang peserta didik. Belajar membutuhkan  keterlibatan mental dan tindakan siswa itu sendiri. Penjelasan dan peragaan oleh mereka sendiri, tidak akan menuju ke arah belajar yang sebenarnya dan tahan lama. Hanya cara belajar aktif saja  yang akan mengarah pada pengertian ini.
Pada saat kegiatan belajar aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak-otak mereka…mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati. Sering kali  siswa  hanya terpaku  di tempat-tempat duduk mereka, berpindah-pindah dan berpikir keras.
Untuk mempelajari  sesuatu dengan baik, belajar aktif membantu siswa  untuk mendengarkan, melihat/membaca, mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu, dan mendiksusikannya dengan yang lain. Yang paling penting siswa perlu “melakukan” memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas  yang bergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus mereka capai.
Kita tahu bahwa siswa belajar paling baik dengan cara melakukan. Hal seperti itu pernah dikatakan oleh  Confusius pada 2400 tahun yang lalu. Mereka mengatakan:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya  lihat, saya ingat.
Apa yang saya lakukan, saya paham.
Pendapat di atas dipertegas kembali oleh Silberman (1996:2) bahwa apa  yang saya dengar, saya lupa. Apa  yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau  diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham. Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai.
Semua pendapat di atas dalam pembelajaran perlu kita dalami dan diaktualisasikan dalam strategi pembelajaran dalam bentuk prosedur pembelajaran.
  1. Strategi Pembelajaran
Pada akhir abad kesembilan belas  para ahli bahasa  berusaha mengembangkan  kualitas pembelajaran bahasa. Para ahli tersebut mengkaji prinsip-prinsip umum dan teori yang berkaitan dengan  bahasa yang dipelajari,  bagaimana pengetahuan bahasa  itu direpresentasikan dan diorganisasikan  di dalam memori, atau bagaimana bahasa itu sendiri dibentuk. Para ahli bahasa tersebut akhirnya  mengkolaborasikan prinsip-prinsip dan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis ke dalam desain program  pembelajaran bahasa yang sering disebut strategi pembelajaran. Menurut Hasibun (1988:3) dan Raka Joni (1984:2) Strategi  adalah pola umum  perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Pengertian strategi dalam hal ini  menunjuk kepada karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan  guru-siswa di dalam peristiwa  belajar mengajar. Adapun strategi pembelajaran menurut Saliwangi (1988:2)  terdiri atas metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa betul-betul mencapai tujuan.  Strategi lebih luas daripada metode atau teknik.
Beberapa contoh strategi pembelajaran
Contoh 1: Pembelajaran berbasis kontekstual, yang mengintegrasikan antara pembelajaran  IPS dengan bahasa Indonesia
Kegiatan Pendahuluan
1)      Guru memberi pengantar bahwa segala  sesuatu  perlu direncanakan dengan cermat. Apalagi jika kita  akan melaksanakan kegiatan besar yang melibatkan banyak orang, misalnya mengadakan pertunjukan. Kita harus membuat rencana  kegiatan yang matang. Guru  memberikan ilustrasi gagalnya sebuah  kegiatan karena perencanaan yang tidak cermat.
2)      Sebagai pengantar, guru bertanya jawab dengan siswa tentang apa saja yang perlu mendapat  perhatian ketika kita merencanakan sebuah kegiatan (sesuai dengan KD/indikator)
3)      Guru menyampaikan rencana pembelajaran hari ini, yakni merencanakan sebuah proyek tur musik dalam skala besar. Siswa diminta bersikap untuk mempunyai rencana proyek  besar, yaitu mengadakan tur musik di 21 kota besar di Indonesia.
Kegiatan Inti
1)      Guru menyiapkan  peralatan: Peta Indonesia, kertas-kertasa berwarna dari bahan apa saja (kertas manila, koran bekas, bekas bungkus kado, atau daun pisang kering), lem kertas, gunting dan spidol warna secukupnya.
2)      Siswa membentuk keompok beranggotakan 4––5 orang. Setiap kelompok mengidentifikasikan diri sebagai sebuah grup Musik. Setiap kelompoknya memberi nama kelompoknya dengan grup tertentu. Boleh grup yang sudah terkenal.
3)      Siswa merencanakan kegiatan tur di 21 kota besar di Indonesia: Pulau yang akan disinggahi, kota-kota yang akan dijadikan tempat konser, jadwal, tujuan konser, personil, dan tiket.
4)      Guru membagikan kertas warna dan spidol
5)      Siswa membuat peta Indonesia (pulau-pulau penting saja) dengan menyobeki kertas berwarna (didak boleh digunting untuk membentuk Pulau Sumatra, Pulau jawa, Pulau Kalimantan, dan lain-lain.
6)      Siswa menentukan kota-kota besar yang akan dikunjungi dan tanggalnya  di dalam peta.
7)      Siswa membuat deskripsi tertulis mengenai rencana kegiatan tur itu dan rutenya.
8)      Sementara itu, anggota kelompok yang laian merencanakan anggaran belanjanya; Biaya tur untuk setiap kota, harga tiket, jumlah minimal penonton agar mencapai titik inpas, biaya akomodasi, dll.
9)      Siswa mempresentasikan rencananya di depan kelas.
10)  Siswa lain menanggapi rencana itu.
Kegiatan Penutup
1)      Guru bersama-sama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari ini tentang  beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana   kegiatan.
2)      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pengalaman siswa ketika mengalami kegagalan  karena perencanaan yang kurang cermat.
Contoh 2: Strategi Jigsaw
Keterampilan membaca
Kegiatan Pendahuluan
1)      Siswa membentuk kelompok yang hiterogin
2)      Guru membangkitkan skemata siswa tentang topik bacaan dengan tanya jawab
3)      Guru mengkondisikan siswa
4)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
1)      Guru menugasi siswa membaca teks  bacaan  sesuai dengan pembagian  masing-masing anggota kelompok (kelompok kooperatif) dan siswa mulai membaca teks bacaan
2)      Guru menugasi siswa berkelompok sesuai dengan teks  yang dibaca (kelompok ahli). Siswa membentuk kelompok baru berdasarkan teks  yang dibaca.
3)      Guru menugasi  siswa mendiskusikan isi bacaan (sesuai dengan indikator/pertanyaan). Siswa berdiskusi.
4)      Guru membimbing siswa  untuk curah pendapat  untuk menentukan apa yang diinginkan oleh indikator.
5)      Guru menyuruh siswa kembali pada  kelompok semula (kelompok kooperatif)
6)      Siswa melaksanakan tutor teman sebaya dan melakukan sharing hasil diskusi
7)      Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok di depan kelas.
Kegiatan  Penutup
1)      Guru bersama-sama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari ini tentang  beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana   kegiatan.
2)      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan perasaannya dalam pembelajaran hari ini.
Contoh 3: Strategi SQ3R
Pembelajaran Membaca
Kegiatan Pendahuluan
1)      Mensurvai teks bacaan
2)      Menentukan tujuan pembelajaran
3)      Menyusun Pertanyaan
Kegiatan Inti
1)      Membaca teks bacaan untuk  untuk menjawab pertanyaan dengan  cara menandai jawaban pertanyaan
2)      Menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasanya sendiri (menceritakan kembali)
3)      Mendiskusikan penceritaan isi bacaan
4)      Mereview teks bacaan
5)      Menilai/mengomentari  isi bacaan
6)      Menyimpulkan teks bacaan
Kegiatan Penutup
1)      Siswa dan guru melakukan refleksi
2)      Siswa disuruh menyampaikan apa yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai
Contoh 4: Strategi DWA ( Directed Writing Activity
Keterampilan Menulis
Kegiatan Pendahuluan
1)      Guru menjelaskan prosdur  kegiatan menulis  yang akan dilakukan
2)      Guru membacakan teks narasi yang bersumber dari jurnal pribadi (buku harian)
3)      Bertanya jawab  tentang ciri wacana  narasi yang  terdapat  dalam teks yang dibacakan
4)      Menyeleksi gagasan dalam jurnal pribadi (buku harian)  yang bisa dikembangkan menjadi  wacana narasi
5)      Mengumpulkan informasi untuk melengkapi gagasan
Kegiatan Inti
1)      Siswa menulis draf secara individu
2)      Siswa membacakan draf kepada guru dan/atau  siswa lain untuk mendapatkan balikan. Balikan  ditekankan pada isi tulisan dan dikaitkan pada ciri khas wacana narasi
3)      Siswa merevisi draf dan mendiskusikan tulisan dengan guru dan/atau teman
4)      Guru  memberikan  pembelajaran mini pada kegiatan ini dan mengamati kerja siswa
5)      Siswa mengedit tulisan dengan memperhatikan aspek mekanik dalam tulisan.  Kegiatan ini dilakukan guru bersama siswa
6)      Siswa  memperbaiki tulisan  berdasarkan balikan  yang diterima dari  kegiatan editing
7)      Siswa mempublikasikan hasilnya
Kegiatan Penutup
1)      Guru dan siswa melakukan refleksi pembelajaran
2)      Siswa menyampaikan pengalamannya saat pembelajaran
Contoh 5: Strategi Tubian Plus
Keterampilan Menulis, membaca, dan berbicara
Pertemuan pertama:  Keterampilan menulis
Kegiatan Pendahuluan
1)      Membagikan contoh teks pidato sebagai model
2)      Menentukan bagian-bagian teks pidato
3)      Memahami langkah-langkah menyusun teks pidato
Kegiatan Inti
1)      Menulis bagian salam
2)      Menulis bagian sapaan
3)      Menulis bagian puji syukur
4)      Menulis bagian pengantar isi
5)      Menulis bagian isi
6)      Menulis bagian penutup isi
7)      Menulis  bagian penutup pidato
8)      Menulis salam penutup
9)      Menukar teks pidatu yang selesai disusun
10)  Mengoreksi tulisan teman sebangku
11)  Merevisi teks pidato
Kegiatan Penutup
1)      Guru dan siswa berefleksi tentang kegiatan pembelajaran dan hasilnya
2)      Guru menugasi siswa berlatih berpidato di rumah
Pertemuan kedua:  Keterampilan membaca
Kegiatan pendahuluan
1)      Membagikan teks pidato
2)      Menjelaskan teknik membaca teks pidato
3)      Menjelaskan langkah-langkah  kegiatan yang akan dilakukan
4)      Membagi kelompok  menjadi 6 bagian berdasarkan deret
5)      Mengajak siswa keluar dari kelas menuju tempat latihan
6)      Mengajak siswa berdiri membentuk lingkaran
7)      Mengajak siswa melakukan peregangan
8)      Mengajak siswa mengatur pernafasan dan posisi berdiri
9)      Membimbing siswa menyuarakan vokal   dari nada rendah, sedang, dan tinggi
10)  Membimbing siswa  menuarakan kata-kata lepas.
Kegiatan Inti
1)      Membimbing siswa  membaca/mengucapkan bagian salam
2)      Membimbing siswa membaca/mengucapkan bagian sapaan
3)      Membimbing siswa  membaca bagian puji syukur
4)      Membimbing siswa membaca bagian pengantar isi
5)      Membimbing siswa membaca bagian isi
6)      Membimbing siswa membaca  bagian penutup isi
7)      Membimbing siswa dalam  bagian penutup pidato
8)      Membimbing siswa dalam membaca salam penutup
9)      Siswa berlatih membaca teks secara mandiri
Kegiatan Penutup
1)      Siswa dan guru melakukan refleksi
2)      Siswa disuruh menyampaikan apa yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai
Pertemuan ketiga: Keterampilan berbicara
Kegiatan Pendahuluan
1)      Guru bertanya jawab tentang kinisik dan mimik saat berpidato
2)      Guru menunjukkan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
1)      Siswa berlatih  mengucapkan salam
2)      Siswa berlatih mengucapkan  bagian sapaan
3)      Siswa berlatih  mengucapkan puji syukur
4)      Siswa berlatih mengucapkan  bagian pengantar isi
5)      Siswa berlatih mengucapkan   bagian isi
6)      Siswa berlatih mengucapkan   bagian penutup isi
7)      Siswa berlatih mengucapkan    bagian  penutup pidato
8)      Siswa berlatih mengucapkan  salam penutup
9)      Siswa berpidato di depan kelas
10)  Siswa dan guru menanggapi pidato temannya
Kegiatan Penutup
1)      Siswa dan guru melakukan refleksi
2)      Siswa mengutarakan kesulitan pembelajaran hari ini
  1. Strategi Pembelajaran dalam PTK
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan guru terhadap proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dan reflektif. Kegiatan penelitian harus bersifat siklus, yakni siklus pertama dilanjutkan siklus kedua, dan seterusnya. Karena penelitian ini berkaitan dengan persoalan siswa dan guru, maka guru yang   akan melakukan penelitian tindakan kelas  harus mengetahui  permasalahan siswa  terhadap sulitnya pembelajaran  sehingga siswa tersebut (mayoritas) dalam kelas masih mendapat nilai di bawah stantar yang diinginkan.
Jika sudah ditemukan topik pembelajaran atau kompetensi dasar yang sulit dikuasai siswa, guru perlu mencari solosinya baik yang berkaitan, strategi,  metode, maupun media pembelajaran
Misalnya: Siswa mengalami kesulitan pembelajaran membaca intensif/ menulis cerita pengalaman pribadi/berpidato sehingga mayoritas siswa setiap pembelajaran membaca intensif selalu mendapat nilai di bawah standar.  Guru yang mengalami pembelajaran seperti  itu harus mencari solosi pembelajaran dengan cara membaca referensi  tentang ”pembelajaran membaca intensif” dan ”strategi pembelajaran”
Maka disusunlah penelitian tindakan kelas dengan judul:
  1. Peningkatan Kemampuan  Menulis Pengalaman Pribadi dengan Strategi DWA Siswa Kelas VII SMP Bintang Kecil  Lamongan Tahun Pelajaran 2007/2008
  2. Peningkatan Kemampuan Membaca Intensif dengan Strategi SQ3R Siswa Kelas VIII SMP Bintang Besar Lamongan Tahun Pelajaran 2007/2008
  3. Peningkatan Keterampilan Pidato dengan Strategi Tubian Plus Siswa Kelas IX SMP Halilintar Lamongan Tahun Pelajaran 2007/2008
Contoh-contoh di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut:



Sebelum kita  menulis proposal penelitian tindakan kelas  tentang skema di atas, kita harus menulis prosedur pembelajaran yang rencananya  digunakan pembelajaran pada siklus pertama dan akhirnya diperbaiki (jika nilainya belum memuaskan)  pada siklus kedua dan seterusnya.
Misalnya
Prosedur pembelajaran
1)      Penjelasan tentang (a) masalah yang harus dipecahkan, (b) cara pemecahan masalah, (c) bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan, dan (d) target penyelesaian tugas dalam waktu kurang dari 8 menit
2)      Siswa membentuk kelompok kerja, membaca teks secara cepat untuk memperoleh gambaran (a)  kerangka isi bacaan, (b) fakta, pendapat, dan pesan dalam bacaan, (c) kemungkinan keberadaan  kalimat utama dalam setiap paragraf, dan (d) pertanyaan tentang isi bacaan
3)      Siswa menyusun pertanyaan dan melakukan kegiatan  membaca secara cermat guna menemukan jawaban pertanyaan . Pada tahap ini siswa  tidak boleh melakukan pembahasan . mereka hanya mencatat kemungkinan-kemungkinan jawaban pertanyaan secara individu.
4)      Siswa membahas kemungkinan jawaban pertanyaan  pertanyaan  berdasarkan catatan  yang telah disusun dan melakukan kegiatan pembacaan ulang pada bagian-bagian yang dianggap relevan.
5)      Siswa secara kelompok bersama-sama membahas jawaban pertanyaan dan setiap anggota menuliskan  jawaban tersebut, pada buku tugas. Setelah seluruh jawaban  pertanyaan terselesaikan , siswa mengecek lagi jawaban pertanyaannya  dengan membaca lagi teks secara keseluruhan.
6)      Siswa kembali berkumpul dalam bentuk klasikal. Guru mengajukan pertanyaan pertama. Salah seorang siswa  sebagai wakil kelompok membacakan jawabannya. Kelompok lain diminta menanggapi/membandingkan jawaban tersebut dengan jawaban yang dihasilkan kelompok kerjanya.
7)      Siswa melakukan brainstorming, guru mencatat kemungkinan maslah yang belum dipahami maupun masalah  baru yang muncul
8)      Guru mengadakan klarifikasi menyangkut masalah  yang belum terpecahkan, mengemukakan konsep-konsep baru  secara tiak langsung  telah dipahami siswa, misalnya tentang paragraf, hubungan kalimat utama dengan kalimat penjelas dalam paragraf, fungsi kalimat utama dan kalimat penjelas.
9)      Guru memberi kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami
Berdasarkan prosedur pembelajaran di atas, guru menulis skenario pembelajaran dengan strategi tersebut untuk siklus I dengan mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Selesai menyusun skenario pembelajaran, guru membuat instrumen penelitian. Pembuatannya sama dengan membuat instrumen pedoman penilaian pada penilaian proses /Authentic Assessment).
Contoh
SKENARIO PEMBELAJARAN DALAM  PTK
SIKLUS I                                         REFLEKSI                  SIKLUS II
Kegiatan Pendahuluan
  • Siswa membentuk kelompok yang hiterogin
  • Guru membangkitkan skemata siswa tentang topik bacaan dengan tanya jawab
  • Guru mengkondisikan siswa
  • Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
  • Guru menugasi siswa membaca teks  bacaan  sesuai dengan pembagian  masing-masing anggota kelompok (kelompok kooperatif) dan siswa mulai membaca teks bacaan
  • Guru menugasi siswa berkelompok sesuai dengan teks  yang dibaca (kelompok ahli). Siswa membentuk kelompok baru berdasarkan teks  yang dibaca.
  • Guru menugasi  siswa mendiskusikan isi bacaan (sesuai dengan indikator/pertanyaan). Siswa berdiskusi.
  • Guru membimbing siswa  untuk curah pendapat  untuk menentukan apa yang diinginkan oleh indikator.
  • Guru menyuruh siswa kembali pada  kelompok semula (kelompok kooperatif)
  • Siswa melaksanakan tutor teman sebaya dan melakukan sharing hasil diskusi
  • Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok di depan kelas.
Kegiatan  Penutup
  • Guru bersama-sama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari ini tentang  beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana   kegiatan.
  • Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan perasaannya dalam pembelajaran hari ini.
(CATATAN SE-LAMA PEMBELA-JARAN BER-LANGSUNG -POSITIF
-NEGATIF)
BAGIAN NEGATIF DIPERBAIKI SUPAYA MENJADI POSITIF DAN DIRAN-CANG DA-LAM BEN-TUK SKE-NA–RIO
PEM-BELAJARAN
UNTUK
S
I
K
L
U
S
II
Kegiatan Pendahuluan
  • Siswa membentuk kelompok yang hiterogin
  • Guru membangkitkan skemata siswa tentang topik bacaan dengan tanya jawab
  • Guru mengkondisikan siswa
  • Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
  • Guru menugasi siswa membaca teks  bacaan  sesuai dengan pembagian  masing-masing anggota kelompok (kelompok kooperatif) dan siswa mulai membaca teks bacaan
  • Guru menugasi siswa berkelompok sesuai dengan teks  yang dibaca (kelompok ahli). Siswa membentuk kelompok baru berdasarkan teks  yang dibaca.
  • Guru membimbing siswa dalam diksusi kelompok pada setiap kelompok ahli
  • Guru menugasi  siswa mendiskusikan isi bacaan (sesuai dengan indikator/pertanyaan). Siswa berdiskusi.
  • Guru membimbing siswa  untuk curah pendapat  untuk menentukan apa yang diinginkan oleh indikator.
  • Guru menyuruh siswa kembali pada  kelompok semula (kelompok kooperatif)
  • Siswa melaksanakan tutor teman sebaya dan melakukan sharing hasil diskusi
  • Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok di depan kelas.
Kegiatan  Penutup
  • Guru bersama-sama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari ini tentang  beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana   kegiatan.
  • Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan perasaannya dalam pembelajaran hari ini.
  1. Penutup
Strategi, metode dan teknik  dalam pembelajaran saling berkaitan.  Ketiga istilah itu sering digunakan guru dalam mengatasi permasalahan pembelajaran. Guru yang melakukan pemecahan masalah dengan strategi atau metode tersebut  secara siklus sampai mendapatkan hasil positif maka guru tersebut sama dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Sayangnya  apa yang telah dilakukan guru tersebut jarang sekali didokumentasikan (ditulis).
Karena menulis karya ilmiah merupakan salah satu kompetensi guru  maka para guru harus mulai sekarang mendokumentasikan apa yang pernah dialaminya dalam proses pembelajaran tersebut. Tulisan guru yang dalam  bentuk karya ilmiah tersebut harus sesuai dengan kriteria karya ilmiah.
PEMBELAJARAN MENULIS NONFIKSI SEBUAH KONSEP, PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN   Oleh: Sujak, S.Pd.,M.Pd
1. Pendahuluan
Farris (1993:20) mengatakan bahwa kemampuan berpikir merupakan dasar bagi semua keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara. membaca, dan menulis). Keempat keterampilan itu saling terkait, yang satu berhubungan dengan yang lainnya. Dalam pembelajaran pun guru tidak bisa hanya menyajikan satu keterampilan saja melainkan dikaitkan dengan keterampilan lainnya. Seorang guru dalam pembelajaran menulis selalu mengadakan tanya jawab, menjelaskan konsep menulis, menyuruh siswa membaca materi. Hal itulah yang mendukung pendapat Farris tersebut ––keterampilan yang satu berkait dengan keterampilan lainnya––. Menurut Syafi’ie (2000:5) selain ada keterkaitan di antara keempat keterampilan tersebut, kebahasaan berada di tengah-tengah keempat keterampilan itu. Hal seperti ini menandakan bahwa penyajian kebahasaan dalam pembelajaran bisa dimasukkan dalam semua keterampilan (membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara). Menurut Puskur (2002:4) Pembelajaran kebahasaan yang berupa kata, kalimat, paragraf dapat disampaikan dalam komunikasi tulis dan lisan (menulis, membaca, mendengarkan), tanda baca, ejaan disampaikan dalam bahasa tulis, sedangkan unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dapat disampaikan dalam keterampilan berbicara.
Keterampilan berbahasa yang dianggap paling sulit oleh guru dan siswa adalah menulis karena dalam keterampilan ini siswa dituntut mengaplikasikan semua kebahasaan dalam bentuk formal. Padahal bahasa Indonesia terjadi ”penggembosan bahasa formal dalam kehidupan sehari-hari”. Ini terbukti bagaimana penulisan kata-kata: faham, Nopember, apotik, analisa, dsb. Semua kata yang ditulis itu hampir 80 % pengguna bahasa Indonesia menggap benar, makanya Badudu mengatakan ”salah kaprah”. Untuk merubah pikiran seperti itu, siswa harus banyak latihan menulis. Dalam Kurikulum 2004 (2004:20) Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan kemempuan menulis nonsastra adalah (1) menulis buku harian, (2) menulis surat pribadi, (3) menulis teks pengumuman, (4) menyunting karangan sendiri/orang lain, (5) menulis pengalaman, (7) mengubah teks wawancara menjadi narasi, (8) menulis surat resmi, (9) menulis pesan memo, (10) menulis rangkuman dari beberapa teks bacaan yang memiliki kemiripan topik, (11) menulis laporan, (12) menulis surat resmi, (13) menulis ulasan buku biografi, (14) menulis teks berita, (15) menulis rangkuman isi buku ilmu pengetahuan populer, (16) menulis slogan dan poster untuk berbagai keperluan, (17) menulis rencana kegiatan, (18) menulis petunjuk, (19) menulis iklan baris, (20) mencatat hal-hal penting dari buku yang dibaca, (21) menulis karya tulis sederhana dengan menggunakan berbagai sumber, (22) menulis teks pidato/ceramah/khotbah, (23) menulis artikel jurnalistik, (24) meresensi buku pengetahua/penemuan.
Berdasarkan Kompetensi Dasar di atas, kami anggap bagian yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran menulis adalah (1) menulis teks berita, (2) meresensi buku pengetahuan/penemuan, dan (3) menulis artikel.
2. Konsep Menulis Teks Berita
Teknik Menulis Berita
Pada umumnya para wartawan setiap menulis berita dengan gaya ”piramida terbalik”. Tujuan dari gaya penulisan seperti itu, untuk memudahkan khalayak pembaca yang secara cepat ingin mengetahui apa yang terjadi dalam pemberitaan itu. Di samping itu ada tujuan lain yang bersifat intern, yakni untuk memudahkan para redaktur memotong bagian yang tidak penting dari berita itu yang terletak di bagian paling bawah (akhir) demi menyesuaikan dengan ruang (kolom) yang tersedia di surat kabat yang bersangkuatan. Jadi, gaya piramida terbalik merupakan teknik menulis berita yang disesuaikan dengan sifat khalayak maupun cara kerja wartawan yang sigap dan harus cepat selesai.
Penggunaan ”piramida terbalik” itu bukanlah berarti secara fisik, melainkan ditinjau dari segi ”kepadatan” nilai informasi dari berita yang ditulis itu.
Perhatikan skema di bawah ini.
Judul Berita (headline)
Baris tanggal (dateline)
Teras berita (lead, intro)
Dalam suatu berita memang terdapat sebuah kestuan antara judul berita, baris tanggal, teras berita, dan tubuh berita, masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih terperinci mengenai bagian dari struktur berita tersebut merupakan suatu keharusan. Untuk memahami hal tersebut dapat diikuti beberapa penjabaran berikut ini.
a. Judul Berita
Biasanya disebut headline” berfungsi menolong pembaca yang ingin segera mengenal kejadian-kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Fungsi lainnya adalah ada hubungannya dengan teknik grafika (percetkan) khususnya yang menyangkut tipe-tipe huruf, agar lebih menarik perhatian pembaca, peranan penonjolan tipe huruf pada judul berita sangat penting. Memang kenyataan di lapangan, orang yang membaca berita di surat kabar itu biasanya membaca judulnya dulu dan bila judul tersebut menarik perhatiannya maka dia akan meneruskan membaca seluruh berita karena didorong oleh rasa “ingin tahu” tentang isi yang diberitakan. Oleh karena itu merumuskan judul mempunyai syarat: tidak terlalu panjang, bisa mencerminkan inti dari isi berita, dapat memancing orang untuk tertarik.
b. Baris tanggal (dateline)
Menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan singkatan (inisial) dari surat kabar. Sebagai contoh, kita membaca berita di harian Kompas pasti terdapat dateline seperti:
- Semarang, Kompas
Baris tanggal ini menunjukkan bahwa berita tersebut ditulis di Semarang tempat kejadian yang diberitakan tersebut, sedangkan kata Kompas menunjukkan bahwa berita tersebut didapat langsung dari wartawan Kompas, maksudnya bukan kutipan dari surat kabar (media, lembaga berita lainnya).
Lain lagi bila kita membaca berita dengan dateline seperti:
- Bandung, Antara.
Artinya berita tersebut ditulis di Bandung tempat kejadian itu dan ditulis oleh Wartawan Antara (kantor berita) kemudian berita tadi dikutip oleh surat kabar yang bersagkutan. Adakalanya untuk surat kabar yang mempunyai nama terdiri dari dua kata biasnya cukup disingkat, seperi Jawa Pos (JP), Surabaya Post (SP), Suara Karya (SK), dll.
c. Teras Berita
Dalam penulisan berita, yang paling penting dan utama adalah teras berita (lead, intro). Menulis teras berita merupakan bagian yang agak sulit karena teras berita yang baik haruslah mampu menyajikan fakta penting yang diberitakan dan dapat pula menarik minat pembaca untuk meneruskan membaca lebih lanjut.
Untuk menulis teras berita harus diperhatikan penggunaan rumus 5W + 1H. Rumusan ini kalau dijabarkan menjadi enam pertanyaan yang harus dijawab wartawan sebelum mulai menulis teras berita.
a. Who (siapa)
Siapakah yang diberitakan? Siapakah yang terlibat dalam kejadian itu? Siapakah yang berkomentar?
b. What (apa)
Apa yang terjadi? Apa yang diperbuat oleh orang itu?
c. When (kapan)
Kapan hal itu terjadi? Kapan hal itu berubah?
d. Whre (di mana)
Di mana hal itu terjadi?
e. Why (mengapa)
Mengapa peristiwa itu terjadi? Apa sebabnya?
f. How (bagaimana)
Bagaimana peristiwa itu terjadi? Dengan cara bagaimana hal itu terjadi?
Jika kita sudah mampu merumuskan jawaban dari enam pertanyaan tersebut, maka pilihlah hal-hal penting dari jawaban itu untuk menulis teras berita. Agar lebih mudah, bagilah teras berita itu menjadi dua kalimat. Yang pertama berisi kunci peristiwa ditambah dengan hal yang lebih penting, kedua berisi fakta penting lainnya. Gunakan kalimat-kalimat singkat, tetapi mengena pada sasaran, kalimat-kalimat itu akan lebih mudah dibaca dan dimengerti oleh pembaca.
Contoh:
Kemarin pagi di Jalan Embong Malang, Indah (27) pelayan restoran, meningal dunia waktu menyeberang ditabrak mobil sedan dengan kecepatan tinggi dan tidak lagi bisa dikendalikan.
Teras berita pada contoh tersebut sudah mencakup enam pertanyaan
- siapa : Indah, usia 27 tahun, pelayan restoran
- apa : meninggal dunia
- kapan : kemarin pagi
- di mana : Jalan Embong Malang
- mengapa: waktu menyeberang jalan
- bagaimana : ditabrak mobil sedan dengan kecepatan tinggi dan tidak dapat dikendalikan.
Pada perkembangan terakhir ini, kita kenal cara baru yang disebut ”summary-lead’ (teras berita yang dipadatkan) artinya kesatuan gagasan di dalam penulisan berita harus dijadikan pegangan pokok. Jadi hanya unsur terpenting saja yang ditonjolkan dalam teras berita. Sedangkan hal-hal yang tidak relevan dalam berita itu sedapat mungkin dihindarkan. Menurut Suharianto (1991:10) ada bermacam-macam teras berita yang masing-masing menonjolkan kekhususannya, di anataranya adalah:
a. Teras berita siapa (who)
”Kakanwil Depdikbud Jatim Rasio kemarin sore di New Grand Park Hotel Surabaya telah membuka penataran Kepala sekolah seluruh Jawa Timur”.
b. Teras berita (what)
” Penataran Kepala Sekolah se Jawa Timur secara resmi kemarin sore dibuka oleh kakanwil Depdikbud Jawa Timur Rasio di New Grand Park Surabaya”.
c. Teras berita kapan (When)
”Kemarin sore di New Grand Park Surabaya penataran Kepala Sekolah seluruh Jawa Timur dibuka secara resmi oleh Rasio , Kakanwil Depdikbud Jawa Timur”.
d. Teras berita di mana (Where)
“Di New Grand Park kemarin sore penataran Kepala Sekolah seluruh Jawa Timur dibuka Kakanwil Depdikbud Jawa Timur Rasio”.
e. Teras berita mengapa (whay) / bagaimana (how)
“ Untuk meningkatkan mutu Kepala Sekolah, kemarin sore kakanwil Depdikbud Jawa Timur Rasio membuka penataran Kepala sekolah se Jawa Timur di New Grand Park”.
Menurut Materi Pokok PTBK (2004:47) ada lima teras berita, di antaranya; (1) teras simpulan (2) teras pernyataan, (3) teras kutipan, (4) teras kontras, (5) teras eksklamasi. Teras simpulan adalah teras berita yang menyimpulkan atau memadatkan. Teras pernyataan adalah teras berita yang berupa pernyataan. Teras kutipan adalah teras berita yang berupa kutipan ucapan seseoran. Teras kontras adalah teras berita yang berisi sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sedang berlaku di masyarakat. Teras eksklamasi adalah teras berita yang berisi sebuah ungkapan yang menunjukkan jeritan, rasa sakit dan ungkapan yang sejenis.
d. Tubuh Berita
Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa penulisan teras berita merupakan bagian yang agak sulit atau mungkin paling sulit dari rangkaian pekerjaan menulis berita. Maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kalau teras berita sudah tersusun dengan baik, maka menulis bagian berita selanjutnya akan menjadi mudah. Jadi, menulis tubuh berita, tidak lain hanya melanjutkan menulis teras berita, dengan melengkapi fakta-fakta yang diperkuat oleh saksi mata (orang yang melihat langsung kejadian) atau dapat diperoleh dari pejabat yang menangani persoalan yang diberitakan tersebut. Dalam menulis tersebut menurut Rose (2002:136) memerlukan waktu 40 % untuk penelitian, 20 % menulis, dan 40 % revisi. Dengan demikian, setiap sekali menulis harus direvisi dua kali.
3. Pembelajaran Menulis Berita
Berdasarkan Kurikulum 2004 (2004:31) jenis materi setiap pembelajaran dapat dibedakan menajdi empat ; fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi jenis fakta adalah materi yang berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebaginya. Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah menelepon, cara pembuatan telur asin atau cara pembuatan bel listrik.
Jika akan memberikan pembelajaran menulis berita, kita harus mengelompokkan, mana yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan mana yang termasuk prosedur.
Contoh Pembelajaran menulis berita dengan strategi modeling dalam CTL
Bagian pendahuluan
1. Siswa membawa teks berita dari rumah atau disediakan guru
2. Siswa mengamati teks berita dalam surat kabar.
3. Guru bertanya kepada siswa tentang isi berita, ciri-ciri berita, bentuk berita, gaya penulisan berita
4. Guru membantu siswa dalam menentukan ciri-ciri berita tersebut
5. Siswa dan guru menyimpulkan materi konsep tersebut.
Bagian Inti
1. Guru memberi contoh model berita yang ada headline, dateline, lead, dan tubuh berita
2. Guru memberikan lembar kerja yang bagian-bagian 5W + 1H dirumpangkan
3. Siswa disuruh menulis berita berdasarkan peristiwa yang pernah dilihatnya dengan bingkai model berita yang diberikan guru.
4. Siswa mendiskusikan hasil tulisannya dengan teman-temannya (kelompoknya)
5. Siswa merevisi tulisannya
6. Siswa menulis hasil revisinya di kertas manila atau kertas dobel folio.
7. Siswa menempelkan hasil tulisnnya di papan tulis atau di tembok kelasnya untuk dibaca teman-temannya.
Kegiatan Penutup
1. Guru dan siswa menyimpulkan kegiatan
2. Refleksi terhadap kegiatan
3. Penilaian Menulis Berita
Penilaian dalam KBK menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Penilaian dilaksanakan dalam rangka penilaian berbasis kelas. PBK tersebut harus memperhatikan tiga ranah, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Barokah (2003:11) ketiga ranah ini dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajaran. Sebagai contoh pelajaran bahasa Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan keterampilan berbahasa maka penilainnya seharusnya menitikberatkan pada penilaian terhadap keterampilan berbahasa siswa. Karena seperti itu maka guru harus menilai siswa melalui penilaian proses dan penilaian hasil.
Daftar Rujukan
Farris, Pamela J. 1993. Language Art A Process Approach. Wisconsin: Brown & Benchmark Publishers
Harianto, Slamet, tth. Pedoman Penulisan Berita dan Wawancara. Makalah
Hernowo. 2003. Quantum Writing, Cara Cepat Nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis. MLC: Bandung.
Puskur. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Rose, Colin. 2002. Acceleratet Learning Systems. Ailesburry: Bucks
Santoso, Barokah. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah:Implementasi Kegiatan Belajar Mengajar. Makalah